Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza menyambut baik delegasi UNIDO yang terdiri dari Marco Kamiya, Salil Dutt, dan Syafari Yusmaini. Ia mengapresiasi upaya UNIDO dalam meningkatkan kerja sama industri sejalan dengan kebijakan Presiden Prabowo Subianto.
Wamenperin menyoroti potensi UNIDO dalam mengatasi tantangan ekonomi global dan menekankan pentingnya praktik industri berkelanjutan bagi ekonomi masyarakat. Ia berharap UNIDO dapat mendukung komitmen Indonesia terhadap industri hijau dan sumber daya energi berkelanjutan (timesindonesia.co.id).
Indonesia berkomitmen mengembangkan industri hijau dan sumber daya energi berkelanjutan melalui kebijakan komprehensif. Target pemerintah adalah 23% bauran energi dari sumber terbarukan pada 2025, sebagai bagian dari visi mencapai emisi nol bersih pada 2060. Untuk mendukung transisi ini, pengembangan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, panas bumi, dan bioenergi meningkat, didorong oleh insentif fiskal dan kebijakan tarif yang menarik investasi dan mendorong adopsi teknologi energi bersih.
Indonesia telah memperkenalkan program Sertifikasi Industri Hijau untuk mendorong bisnis menerapkan praktik berkelanjutan dan mengurangi dampak lingkungan. Selain itu, negara ini sedang mengembangkan Kawasan Industri Hijau terbesar di Kalimantan Utara, yang mengintegrasikan solusi energi hijau dalam kegiatan industri. Inisiatif ini bertujuan menyelaraskan pembangunan ekonomi dengan pelestarian ekologi, memastikan ekspansi industri tidak merugikan lingkungan.
Indonesia secara aktif melaksanakan program rehabilitasi hutan dan bakau untuk meningkatkan penyerapan karbon dan memperkuat ekosistem lokal. Inisiatif ini penting untuk mencapai tujuan iklim, mendukung keanekaragaman hayati, dan meningkatkan ketahanan habitat. Dengan memulihkan ekosistem ini, Indonesia berkontribusi dalam memerangi perubahan iklim dan melestarikan keanekaragaman hayati. Langkah-langkah ini menempatkan Indonesia sebagai pemimpin dalam transisi global menuju energi berkelanjutan, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan pengelolaan lingkungan dapat berjalan beriringan.
Praktik industri hijau di Indonesia menghadapi tantangan dalam komitmen, pendanaan, regulasi, dan pelaksanaan teknis, terutama karena tingginya biaya investasi untuk teknologi ramah lingkungan. Banyak industri enggan berinvestasi dalam peralatan efisien akibat biaya awal yang tinggi dan periode pengembalian investasi yang panjang.
Kurangnya insentif fiskal dan non-fiskal menghambat pengembangan industri hijau dan praktik berkelanjutan. Regulasi yang tidak terkoordinasi juga menyebabkan kebingungan, sehingga harmonisasi kebijakan penting untuk adopsi energi baru dan terbarukan (EBT).
Kepatuhan terhadap standar industri hijau menjadi tantangan karena perusahaan harus memenuhi berbagai kriteria teknis dan manajerial. Ketidakpatuhan dapat mendiskualifikasi mereka dari pengakuan hijau. Keterbatasan teknologi energi baru terbarukan (EBT) berkualitas tinggi dan ketergantungan pada mesin usang menghambat kemajuan. Kekurangan personel berkualifikasi dalam teknologi hijau dan perubahan budaya di antara pemangku kepentingan juga menghalangi transisi ke praktik berkelanjutan.
Untuk mengatasi tantangan penerapan praktik industri hijau di Indonesia, terutama dalam pendanaan, regulasi, dan pelaksanaan teknis, beberapa solusi dapat diusulkan. Salah satunya adalah pendanaan, di mana pemerintah dapat memperkenalkan skema pembiayaan hijau, seperti Perusahaan Layanan Industri Hijau (GISCO), untuk membantu bisnis mengamankan sumber daya keuangan untuk teknologi ramah lingkungan. Selain itu, insentif fiskal dan non-fiskal, seperti keringanan pajak atau subsidi bagi perusahaan yang berinvestasi dalam teknologi hijau, dapat mendorong industri beralih ke operasi berkelanjutan. Kolaborasi antara sektor publik dan swasta untuk membiayai proyek industri hijau dan infrastruktur transisi energi juga penting.
Tantangan regulasi memerlukan harmonisasi kebijakan antar kementerian dan lembaga. Kebijakan terintegrasi yang mendukung adopsi energi baru dan terbarukan (EBT) di sektor industri sangat penting. Penyederhanaan proses perizinan dan regulasi serta sistem sertifikasi yang jelas untuk industri hijau akan membantu perusahaan memenuhi persyaratan dan mendorong praktik berkelanjutan.
Peningkatan sumber daya manusia melalui program pelatihan dan pengembangan adalah kunci dalam implementasi teknis. Inisiatif pelatihan untuk keterampilan dalam teknologi hijau dan praktik berkelanjutan dapat dilakukan melalui kemitraan dengan lembaga pendidikan. Mendorong penelitian dan pengembangan dalam teknologi hijau yang dapat diterapkan di berbagai sektor industri juga penting, dan pemerintah dapat mendukungnya dengan pendanaan atau insentif. Selain itu, peningkatan infrastruktur untuk mendukung energi terbarukan, seperti jaringan distribusi dan fasilitas terkait, sangat penting untuk transisi ini.
Dalam lima tahun ke depan, United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) dan Indonesia dapat melaksanakan program di bidang industri hijau untuk mendukung transformasi menuju praktik yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Berikut adalah beberapa inisiatif yang dapat diimplementasikan.
1. Global Eco-Industrial Parks Programme (GEIPP)
UNIDO dan Kementerian Perindustrian Indonesia telah menandatangani dokumen proyek untuk fase kedua GEIPP, yang berlangsung dari tahun 2024 hingga 2028. Program ini bertujuan untuk menunjukkan manfaat kawasan industri yang ramah lingkungan dan meningkatkan kinerja ekonomi, lingkungan, dan sosial.
2. Penerapan Eco Industrial Park (EIP)
Program ini mendorong kawasan industri di Indonesia menerapkan konsep Eco Industrial Park untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2050. Fase kedua GEIPP akan menambahkan dua proyek percontohan: Kawasan Industri Medan (KIM) dan Greenland International Industrial Center (GIIC) Deltamas.
3. Pembentukan EIP Center
Dalam program GEIPP fase II, EIP Center akan didirikan di gedung PIDI 4.0, Jakarta Selatan, sebagai pusat pengembangan praktik industri hijau dan berbagi pengetahuan serta teknologi di Indonesia.
4. Program Pelatihan dan Kapasitas
UNIDO dapat bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk mengadakan pelatihan bagi pelaku industri tentang teknologi hijau dan praktik berkelanjutan, termasuk pengelolaan limbah, efisiensi energi, dan penggunaan sumber daya yang berkelanjutan.
5. Dukungan untuk Kebijakan dan Regulasi
UNIDO dapat membantu pemerintah Indonesia merumuskan kebijakan dan regulasi untuk mendukung pengembangan industri hijau, termasuk pedoman teknis yang jelas untuk berbagai sektor.
6. Penelitian dan Pengembangan)
Kolaborasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi hijau yang inovatif dapat menjadi fokus, dengan UNIDO mendukung proyek penelitian dan pengembangan untuk menciptakan solusi baru dalam pengelolaan sumber daya dan pengurangan emisi industri.
Melalui program ini, Indonesia diharapkan dapat mempercepat transisi ke industri yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan dalam lima tahun.
Sumber dan Referensi:
Prospek Cerah Pipa Seamless, 11 Rekomendasi untuk Pemerintah dan Swasta
Sritex, Belajarlah dari Korea Selatan Selamatkan Hyundai dan Samsung
Sebelum Pailit, Ekspor Sritex Turun Drastis, Ini Penyebabnya
Indonesia Bisa Tiru 5 Negara Ini untuk Selamatkan Sritex
Langkah Selamatkan Sritex, Atasi Krisis Bahan Baku
Artikel Lain