Regulasi
UU Cipta Kerja disebut didukung oligarki. Foto: Twitter/Ist.
Solusi Kendalikan Oligarki Ekonomi-Politik di Indonesia

Oleh Ngarto Februana (Peneliti RPK)

Tipologi oligarki di Indonesia sangat kompleks dan melibatkan interaksi antara kekuatan politik, ekonomi, dan sosial. Di Indonesia, terbentuknya oligarki modern terjadi selama ekspansi kapitalisme pasar di bawah pemerintahan otoriter Soeharto (1966-1998). Proses tersebut membuka jalan bagi aliansi birokrat yang berkuasa dengan perusahaan-perusahaan besar untuk mengumpulkan kekayaan dan kekuasaan.

Selama era Orde Baru Soeharto, menurut analis politik Azyumardi Azra, berkembang "oligarki finansial" yang disebut "cukong”, yang terdiri dari orang-orang superkaya yang terkait dengan elite politik. Pada era reformasi, terjadinya liberalisasi politik dan banyaknya pemilihan umum, semakin memperkuat posisi mereka, banyak di antaranya beralih ke peran politik.¹ Penelitian oleh Eve Warburton dari Universitas Nasional Australia menunjukkan bahwa di bawah Presiden Joko Widodo, tokoh-tokoh bisnis telah memperoleh pengaruh politik yang signifikan, yang memperkuat dominasi oligarki. Peran mereka meningkat dalam mengelola lembaga-lembaga negara dan hal itu kini dianggap sah.²


Tokoh-tokoh bisnis telah memperoleh
pengaruh politik yang signifikan
yang memperkuat dominasi oligarki.


Ciri Utama Oligarki di Indonesia

1. Menguasai Sektor-Sektor Ekonomi

Kelompok oligarki menguasai sektor-sektor ekonomi utama seperti sumber daya alam, perbankan, tanah, telekomunikasi, media, dan infrastruktur, yang memungkinkan mereka memengaruhi kebijakan politik dan sosial untuk melayani kepentingan mereka.

Dalam sumber daya alam, oligarki mendominasi perusahaan minyak, gas, dan mineral, yang sering menimbulkan konflik kepentingan. Oligarki di industri pertambangan telah mampu memengaruhi proses politik dengan mendukung kandidat presiden yang mereka yakini dapat mengakomodasi kepentingan mereka dengan baik. Hal ini telah menyebabkan "kemunduran demokrasi" dan "perubahan tidak liberal" (illiberal turn) di Indonesia.

Kehadiran mereka yang signifikan dalam perbankan memungkinkan mereka memengaruhi kebijakan keuangan dan membatasi akses kredit bagi usaha kecil, sehingga menghambat persaingan dan inovasi. Oligarki juga menguasai lahan pertanian dan sumber daya hutan, yang memengaruhi penggunaan lahan dan keberlanjutan. Mereka memonopoli proyek infrastruktur besar, yang mengakibatkan akses yang tidak merata dan kontrol pembangunan daerah yang signifikan.

2. Mengakar di Lembaga Politik

Meskipun sistem politik Indonesia masih tergolong demokrasi, oligarki berkontribusi terhadap erosi norma dan lembaga demokrasi secara bertahap. Oligarki telah mengakar dalam lembaga politik, dengan beberapa aktor anti-demokrasi kini menjadi bagian dari sistem tersebut.³

Oligarki memengaruhi kebijakan pemerintah dengan cara antara lain keterlibatan dalam proses legislasi, seperti pembuatan undang-undang, mendorong regulasi yang menguntungkan bagi industri yang mereka kuasai. Dalam kasus ini, Ary Hermawan, peneliti di The University of Melbourne, mencatat kelompok oligarki telah melakukan berbagai upaya untuk melemahkan lembaga-lembaga demokrasi demi kepentingan politik dan ekonomi mereka. Mereka mendukung pengesahan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU-KPK) yang melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Ary mengatakan para oligarki menyambut baik pengesahan UU yang kontroversial itu, kemungkinan besar karena KPK dianggap sebagai ancaman bagi kepentingan mereka. Ary berpendapat, para oligarki sektor pertambangan, yang beberapa di antaranya duduk di kabinet Jokowi, mendukung UU Cipta Kerja (2020) karena aturan tersebut cenderung mengakomodasi kepentingan mereka.

Para pelaku bisnis kini mendominasi cabang-cabang eksekutif dan parlementer pemerintah, serta partai-partai politik, tim kampanye, dan dalam beberapa kasus "staf khusus" para menteri. Para pebisnis juga makin banyak yang terjun ke dunia politik dengan menjadi kepala daerah seperti wali kota, bupati, dan gubernur serta legislator. KPK melaporkan bahwa 25 persen kandidat dalam pemilihan kepala daerah 2020 sebelumnya berkarier sebagai pebisnis. Menurut majalah Tempo, 45 persen legislator nasional pada masa jabatan 2019-2024 adalah pebisnis.5

Kelompok oligarki secara signifikan memengaruhi pemilihan presiden dan legislatif Indonesia melalui pendanaan kampanye, yang menciptakan ketergantungan pada kepentingan mereka di antara kandidat terpilih. Mereka mendukung kandidat yang sejalan dengan tujuan bisnis mereka, memastikan kebijakan yang menguntungkan. Setelah pemilihan, oligarki ini dapat menekan legislator yang didukung untuk meloloskan undang-undang yang menguntungkan.


Kelompok oligarki secara signifikan memengaruhi
pemilihan presiden dan legislatif Indonesia
melalui pendanaan kampanye.


Beberapa oligarki ekonomi-politik menguasai media dan telekomunikasi dan memanfaatkannya untuk membentuk opini publik, mengontrol narasi dalam masyarakat, mendukung kepentingan politik atau bisnis tertentu. Banyak juga di antara mereka memiliki hubungan dengan tokoh militer yang dekat dengan elite politik. Meskipun kontrol militer atas politik telah berkurang sejak Reformasi 1998, beberapa tokoh militer masih memiliki pengaruh, terutama melalui hubungan dengan elite politik.

Oligarki di Negara Lain

1. Oligarki di Rusia

Oligarki Rusia terdiri dari sekelompok kecil elite kaya yang memusatkan kekuasaan politik dan ekonomi untuk keuntungan mereka sendiri. Sistem ini muncul dari privatisasi tahun 1990-an, yang berkembang di bawah Presiden Vladimir Putin menjadi kerangka kerja yang lebih terkendali. Setelah pembubaran Uni Soviet pada tahun 1991, aset negara diprivatisasi, yang menguntungkan orang dalam dan menyebabkan munculnya oligarki selama masa kepresidenan Boris Yeltsin. Para oligarki ini mendominasi sektor-sektor utama seperti energi dan keuangan, yang menciptakan ketimpangan yang signifikan dan mengurangi partisipasi politik publik. Lanskap politik telah dimanipulasi untuk menguntungkan elite penguasa, merusak persaingan yang adil dan menekan oposisi.

Naiknya Vladimir Putin ke tampuk kekuasaan pada tahun 1999 menandai pergeseran ke arah sentralisasi. Ia menerapkan reformasi untuk mengurangi kekuasaan oligarki dan menegaskan kembali kendali negara atas sektor-sektor penting, dengan mengandalkan personel keamanan dan militer untuk mengonsolidasikan otoritas. Banyak oligarki yang dikooptasi atau disingkirkan, sehingga menghasilkan sistem oligarki yang lebih terstruktur yang memungkinkan Kremlin mempertahankan kendali ekonomi yang lebih ketat.


Oligarki Rusia terdiri dari sekelompok kecil elite kaya
yang memusatkan kekuasaan politik dan ekonomi
untuk keuntungan mereka sendiri.


Di bawah Putin, oligarki yang mendukung negara diberi penghargaan, sementara mereka yang menentangnya menghadapi konsekuensi. Meskipun ada sanksi Barat, oligarki Rusia tetap kaya dan sebagian besar mendukung Putin, dengan banyak yang tinggal di luar negeri. Mereka telah berupaya memanfaatkan forum internasional, seperti COP27, untuk melobi pencabutan sanksi.

2. Oligarki di Venezuela

Oligarki Venezuela, khususnya faksi-faksi politik dan ekonominya, memiliki dinamika kekuasaan terpusat yang didominasi oleh kelompok-kelompok elit yang berpihak pada pemerintah selama masa jabatan Hugo Chávez dan Nicolás Maduro. Para pemimpin ini, yang sering kali berlatar belakang militer, secara signifikan memengaruhi kebijakan nasional. Beberapa individu dan organisasi mengendalikan sumber daya minyak vital negara tersebut, yang memungkinkan oligarki untuk memengaruhi keputusan politik dan memperkuat dominasi mereka.

Kekuasaan oligarki semakin diperkuat oleh kontrol media, dengan para pemimpin militer memegang posisi-posisi penting di pemerintahan yang menggabungkan otoritas politik dan militer. Hal ini sering kali menyebabkan terabaikannya kebutuhan rakyat, yang mengakibatkan sistem pemerintahan yang memprioritaskan kepentingan segelintir orang di atas populasi yang lebih luas, yang memperburuk krisis bagi rakyat Venezuela.

Rekomendasi Mengendalikan Oligarki di Indonesia

Mengendalikan oligarki ekonomi-politik di Indonesia memerlukan pendekatan beragam antara lain sebagai berikut.

  1. Melaksanakan reformasi demokrasi untuk meningkatkan transparansi keuangan, memastikan pemilihan umum yang adil, dan mengendalikan kekuatan ekonomi besar, memperkuat hak-hak sipil dan liberalisasi politik.
  2. Reformasi struktural dan kebijakan inklusif untuk mengurangi kekuatan oligarki dan mendorong demokrasi yang lebih kuat melalui peningkatan pengawasan bisnis, menciptakan peluang bagi wirausahawan, dan mendorong partisipasi publik dalam proses legislasi.
  3. Advokasi sosial untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak buruk struktur oligarki terhadap masyarakat dan lingkungan. Tujuannya adalah untuk membantu warga negara memahami peran mereka dan tujuan negara, serta mendorong partisipasi politik rakyat.
  4. Advokasi kebijakan untuk mendorong amandemen konstitusi yang menuntut pertanggungjawaban oligarki atas pengabaian hak warga negara dalam pengelolaan lingkungan.
  5. Transformasi lanskap ekonomi untuk mengatasi ketidakseimbangan kekuasaan dan reformasi lembaga politik untuk mengurangi biaya kampanye.
  6. Memperkuat gerakan sosial, memberdayakan politisi akar rumput, mendidik kaum muda, dan meningkatkan penegakan hukum bagi masyarakat terpinggirkan menuju masyarakat yang lebih adil.

Catatan Kaki:

  1. https://aipi.or.id/frontend/opinion/detail
  2. https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/14672715.2024.2334069#d1e103
  3. https://bti-project.org/en/reports/country-report/IDN
  4. https://theconversation.com/ancaman-terbesar-bagi-demokrasi-indonesia-bukan-prabowo-melainkan-oligarki-224403
  5. https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/14672715.2024.2334069#d1e103



Artikel Lain Jurnal RPK-PKB Vol. VIII/2024

Demokratisasi Ekonomi

Hingga Juli 2024, utang Indonesia sudah mencapai Rp 8.502,69 triliun. Naik Rp 57,82 triliun dalam satu bulan. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus stagnan di level 5,05 persen secara tahunan.

Solusi Kendalikan Oligarki Ekonomi-Politik di Indonesia

Tipologi oligarki di Indonesia sangat kompleks dan melibatkan interaksi antara kekuatan politik, ekonomi, dan sosial. Di Indonesia, terbentuknya oligarki modern terjadi selama ekspansi kapitalisme pasar di bawah pemerintahan otoriter Soeharto (1966-1998).

Indonesia Perlu Ikuti Jejak Korea Selatan dan Taiwan

Indonesia memiliki peluang untuk mengikuti jejak industrialisasi Korea Selatan dan Taiwan sebagai peta jalan untuk menjadi negara maju. Model industrialisasi kedua negara ini dapat menjadi referensi berharga bagi Indonesia dan negara lain yang ingin mencapai kemajuan serupa.

Pajak Kekayaan untuk Menopang Program Berkeadilan

Agar selaras dengan prinsip perpajakan yang adil diperlukan penerapan sistem pajak progresif untuk orang kaya. Kebutuhan penerapan sistem pajak progresif ini sangat mendesak.

Potensi Pajak Kekayaan untuk Demokratisasi Ekonomi

Sejak tahun 2021, the Prakarsa bersama jejaring Tax-Justice Network di tingkat internasional mengampanyekan penerapan pajak kekayaan secara global. Implementasi pajak kekayaan semakin menemukan relevansinya di tengah krisis ekonomi global yang diakibatkan krisis iklim, perang, dampak pandemi Covid-19, dan pertarungan dagang antarnegara.

Pajak Kekayaan di Negara Anggota OECD

Empat negara anggota OECD ini sudah menerapkan pajak kekayaan, yakni Swiss, Norwegia, Prancis, Italia. Pengalaman empat negara tersebut bisa menjadi pelajaran yang baik bagi negara-negara lain yang mempertimbangkan akan menerapkan pajak kekayaan di negara masing-masing.

Tipologi Oligarki di Berbagai Negara

Oligarki di beberapa negara memiliki tipologi atau karakteristik yang meliputi aspek konsentrasi kekayaan, pengendalian media massa, dan pengaruh kepada sistem hukum. Infografis ini memberi gambaran perbandingan tipologi oligarki di Rusia, Venezuela, dan Indonesia.

5 Negara yang Berhasil Menerapkan Demokratisasi Ekonomi untuk Mengatasi Oligarki

Lima negara ini dinilai berhasil menerapkan demokratisasi ekonomi untuk mengurangi pengaruh oligarki di negara masing-masing. Kelima negara tersebut adalah yaitu Korea Selatan, Argentina, Selandia Baru, Taiwan, dan Chili.

Ragam Solusi Demokratisasi Ekonomi-Pemerataan Ekonomi

Beragam solusi diterapkan oleh beberapa negara dalam rangka demokratisasi ekonomi dan pemerataan. Amerika, Inggris, dan Australia, misalnya, membuat dan melaksanakan Undang-Undang Perampasan Aset untuk mencegah dan memiskinkan koruptor.