Jurnal RPK-PKB, Vol. VIII, 2024 | RINGKASAN MEDIA | Penulis: Tim RPK
LATAR BELAKANGHingga Juli 2024, utang Indonesia sudah mencapai Rp 8.502,69 triliun. Naik Rp 57,82 triliun dalam satu bulan. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus stagnan di level 5,05 persen secara tahunan. Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan II 2023 yang berada di level 5,08 persen.
Ekonom senior Faisal Basri mengatakan peningkatan utang dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak berbanding lurus ini terjadi lantaran proses utang yang tidak benar. Hal itu tercermin dari tingginya nilai incremental capital output ratio (ICOR).
Di era Presiden Soeharto hingga SBY, kata Faisal, ICOR Indonesia berada di level 4 hingga 4,6. Sedangkan di era Jokowi periode pertama mencapai 6,5 dan pada periode kedua di level 7.
Langkah Indonesia menjadi negara maju semakin berat lantaran tenaga pendorongnya, yakni sektor industri juga bergerak amat pelan. Sepanjang 2014-2024, sektor industri hanya tumbuh sekitar 3,44 persen per tahun. Angka itu jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan sektor industri Vietnam dan India yang belakangan menjadi primadona ekonomi Asia. Sektor industri di dua negara ini tumbuh di atas 7 persen setiap tahun.
Ekonom senior INDEF Didik J. Rachbini mengatakan keterbatasan sektor industri ini membuat ekonomi Indonesia sulit berkembang. Apalagi untuk tumbuh lebih dari 6 persen per tahun.
“Yang terjadi mungkin bahkan sebaliknya di mana pertumbuhan ekonomi akan selalu di bawah 5 persen karena terseret pertumbuhan industri yang sangat rendah,” tutur Didik dinukil dari kontan.co.id.
Badan Pusat Statistik mencatat Gini ratio alias kesenjangan ekonomi Indonesia pada Maret 2024 masih berada di level 0,379. Angka ini menurun sekitar 0,009 poin dari Maret 2023 yang sebesar 0,388.
Walau demikian, penurunan ini belum bisa dikatakan baik. Sebab, Gini ratio 0,379 ini menunjukkan bahwa sejatinya kesenjangan ekonomi antara penduduk miskin dengan orang kaya di Indonesia masih cukup lebar.
Data Survei Konsumen yang dikeluarkan Bank Indonesia menunjukkan rasio konsumsi kelompok dengan pengeluaran di bawah Rp 5 juta mengalami penurunan. Penurunan terdalam dicatatkan oleh kelompok pengeluaran Rp 2,1 juta-Rp 3 juta, diikuti kelompok pengeluaran Rp 4,1 juta-Rp 5 juta.
Di tengah menurunnya daya beli ini, pemerintah malah berencana menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk masyarakat, dari semula 10 persen menjadi 12 persen.
Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daniel Johan mengungkapkan jika itu dilakukan dampaknya justru bakal semakin melemahkan daya beli masyarakat. Ujung-ujungnya sektor industri semakin terhimpit. Banyak pabrik yang bakal mengalami kebangkrutan. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) juga semakin meluas. Sementara pembukaan lapangan kerja baru semakin sedikit.
“Sementara bonus demografi yang seharusnya produktif akhirnya kan mereka kesulitan mencari kerja, jadi tidak produktif dan malah menjadi beban untuk negara. Jadinya Indonesia emas itu jadi mencemaskan sebenarnya,” kata Daniel.
Daniel Johan berpandangan fokus pemerintah dua hal itu justru membuat potensi ekonomi Indonesia yang sebenarnya malah terabaikan. Misal saja sektor pertanian dan peternakan. Kedua sektor ini, menurut Daniel, sangat tidak berdaya saing. Akibatnya, ekonomi Indonesia terus berada dalam pertumbuhan yang stagnan. Padahal, jika dimanfaatkan dengan baik, Indonesia boleh jadi kekuatan pangan dan ekonomi terbesar dunia mengingat tanah di negeri ini amat subur.
Arah kebijakan ekonomi Indonesia juga cenderung tidak memihak pada masyarakat kecil. Pengamat komunikasi politik dari Universitas Gadjah Mada, Dodi Ambardi, mengungkapkan situasi ini terjadi lantaran banyak partai politik yang memiliki kursi di parlemen justru tersandera kepentingan ekonomi dari segelintir pengusaha.
Penyebabnya, kata Dodi, sekitar 70 persen keuangan partai untuk menjalankan roda organisasinya masih disumbang oleh kontributor, dalam hal ini pengusaha. Situasi ini, membuat arah kebijakan ekonomi, yang dibentuk anggota DPR atau menteri—yang notabene anggota partai—menjadi tidak sehat. Kontribusi para pengusaha kepada partai ini mengakibatkan anggota parlemen terpilih ataupun pejabat di pemerintahan memiliki beban untuk mengegolkan agenda tiap-tiap kontributornya.
“Yang dikorbankan akhirnya kesejahteraan buruh. Sederhananya seperti itu,” ungkap Dodi.
Belakangan, kebijakan pemerintah lebih banyak menguntungkan kalangan menengah atas dan para pengusaha. Misal saja soal penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sektor properti. Sampai Desember 2024, 100% PPN untuk pembelian properti bakal ditanggung pemerintah.
Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif tarif royalti hingga 0% kepada pengusaha batu bara yang melakukan gasifikasi batu bara. Harga batu bara yang dijual pengusaha ini juga bakal diberi insentif lain berupa penambahan nilai.
Sementara di sisi lain, masyarakat dibebani dengan penambahan PPN dari semula 10 persen menjadi 12 persen. Ada juga rencana pemotongan gaji atau penghasilan masyarakat untuk program Tabungan Perumahan Rakyat.
Sejak 2011 hingga sekarang, pemerintah masih menerapkan insentif pajak berupa tax holiday. Di beberapa lokasi, seperti Kawasan Ekonomi Khusus, pengusaha tidak diminta membayar pajak. Di samping itu, ada juga tax allowance alias pengurangan nilai pajak bagi pemerintah yang mau berinvestasi di proyek-proyek strategis nasional.
SOROTANDaniel Johan berpandangan untuk mendorong ekonomi Indonesia saat ini pemerintah seharusnya lebih fokus mengembangkan industri yang punya nilai tambang tinggi. Salah satu di antaranya industri pangan. Caranya tidak hanya memberikan subsidi melainkan juga memberikan bantuan teknologi untuk digitalisasi.
Digitalisasi di sektor pangan diyakini Daniel bakal membuat sektor pertanian semakin berdaya saing. Dampak baiknya bukan hanya kepada petani yang semakin sejahtera melainkan Indonesia juga bisa memperkuat kedaulatan pangannya.
“Pangan itu menjadi sangat penting karena dengan jumlah penduduk yang sangat besar, kalau ada krisis pangan bisa bahaya Iindonesia itu. Jadi kita butuh road map untuk membangun kedaulatan pangan, sekaligus memperkuat nilai tambah. Jadi industrialisasi di bidang pangan itu harus kuat,” ungkap Daniel.
Selain itu, pemerintah juga perlu mengubah politik kebijakan dan anggaran untuk lebih fokus pada upaya memperkuat sektor industri nasional, pangan, dan berpihak pada generasi muda. Pasalnya, saat ini Indonesia tengah memasuki era bonus demografi. Jumlah penduduk usia muda jauh lebih banyak dibandingkan usia tua yang sudah tidak produktif.
Bukan waktunya lagi mengeluarkan banyak uang untuk pembangunan berskala besar yang tidak memberikan dampak langsung pada peningkatan daya saing ekonomi dan tidak berpihak kepada generasi muda. Kebijakan dan anggaran harus fokus pada upaya menjadikan generasi muda Indonesia menjadi produktif dan dapat diandalkan.
“Dengan anggaran terbatas, jangan menggunakan anggaran untuk hal-hal yang giant nggak jelas. Infrastruktur penting tapi jangan infrastruktur yang tidak punya dampak untuk meningkatkan daya saing ekonomi,” kata Daniel.
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar memandang upaya mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia harus dimulai dari memperkuat demokrasi. Sebab, menurut Gus Muhaimin, demokrasi adalah napas suatu bangsa. Demokrasi yang matang akan menghasilkan keadilan sosial dan kesamaan di depan hukum.
Dengan hadirnya keadilan sosial dan kesamaan di mata hukum ini, kata Gus Muhaimin, barulah ekonomi akan maju. Itu karena investor akan cenderung mempercayakan dan menempatkan investasinya ke negara-negara yang demokrasinya berjalan baik dan hukumnya memberikan keadilan.
“Dengan cara demokrasi yang matang, insya Allah investor akan masuk Indonesia dan bisa membangun serta rakyat kita mendapatkan pekerjaan, penghasilan, kemakmuran, dan kesejahteraan,” tutur Gus Muhaimin di Kabupaten Badung, Bali.
Gus Muhaimin mengatakan ketimpangan ekonomi tidak bisa diselesaikan secara parsial maupun tambal sulam. Wakil Ketua DPR ini mengingatkan perlu adanya formula dan inovasi baru untuk memangkas ketimpangan yang ada. Mulai dari perubahan paradigma kebijakan pembangunan, upaya perombakan kelembagaan yang matang, pembangunan infrastruktur, serta insentif yang mendukung pengawasan praktik ekonomi di lapangan.
“Satu hal yang kita tidak bisa mungkiri bahwa ketimpangan ekonomi masih menjadi paradoks yang menyertai dalam proses pembangunan bangsa ini. Mengatasinya tidak bisa parsial, tapi perlu inovasi dan terobosan baru,” ujar Gus Imin.
Dodi Ambardi mengungkapkan untuk mendukung arah kebijakan yang memihak kepada masyarakat, sistem pembiayaan partai juga perlu diubah. Perlu dicari alternatif agar partai tetap bisa mendapatkan dana untuk menjalankan organisasi tanpa harus mengandalkan dana dari kontributor ataupun pengusaha. Sumbernya, kata Dodi, boleh jadi dari pemerintah.
Cara lain, dengan mempermudah syarat pendirian partai yang saat ini harus memiliki kantor di 38 provinsi di Indonesia. Kemudahan syarat ini diharapkan dapat meringankan partai dalam membiayai sayap-sayap partainya di daerah.
“Tapi semua pasti ada plus-minusnya. Cuma kita harus melihat mana yang lebih banyak mudhorotnya,” ujar Dodi.
Penguatan Komisi Pengawas Persaingan Usaha perlu dilakukan untuk memastikan iklim bisnis di Indonesia berkeadilan. Bukan hanya adil untuk penguasa ekonomi yang memiliki modal besar, tapi juga adil bagi pengusaha kecil alias Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan penguatan KPPU dapat menetralisir oligarki ekonomi yang saat ini kian sulit dikontrol. Tanpa KPPU yang kuat, sulit bagi negara untuk menegakkan ekonomi yang berkeadilan.
"Jika KPPU memiliki taji yang bagus, dapat menghadapi oligarki untuk menjamin perwujudan pasal 33 dalam UUD 1945 kita," tutur Haedar.
Hingga Juli 2024, utang Indonesia sudah mencapai Rp 8.502,69 triliun. Naik Rp 57,82 triliun dalam satu bulan. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus stagnan di level 5,05 persen secara tahunan.
Tipologi oligarki di Indonesia sangat kompleks dan melibatkan interaksi antara kekuatan politik, ekonomi, dan sosial. Di Indonesia, terbentuknya oligarki modern terjadi selama ekspansi kapitalisme pasar di bawah pemerintahan otoriter Soeharto (1966-1998).
Indonesia memiliki peluang untuk mengikuti jejak industrialisasi Korea Selatan dan Taiwan sebagai peta jalan untuk menjadi negara maju. Model industrialisasi kedua negara ini dapat menjadi referensi berharga bagi Indonesia dan negara lain yang ingin mencapai kemajuan serupa.
Agar selaras dengan prinsip perpajakan yang adil diperlukan penerapan sistem pajak progresif untuk orang kaya. Kebutuhan penerapan sistem pajak progresif ini sangat mendesak.
Sejak tahun 2021, the Prakarsa bersama jejaring Tax-Justice Network di tingkat internasional mengampanyekan penerapan pajak kekayaan secara global. Implementasi pajak kekayaan semakin menemukan relevansinya di tengah krisis ekonomi global yang diakibatkan krisis iklim, perang, dampak pandemi Covid-19, dan pertarungan dagang antarnegara.
Empat negara anggota OECD ini sudah menerapkan pajak kekayaan, yakni Swiss, Norwegia, Prancis, Italia. Pengalaman empat negara tersebut bisa menjadi pelajaran yang baik bagi negara-negara lain yang mempertimbangkan akan menerapkan pajak kekayaan di negara masing-masing.
Oligarki di beberapa negara memiliki tipologi atau karakteristik yang meliputi aspek konsentrasi kekayaan, pengendalian media massa, dan pengaruh kepada sistem hukum. Infografis ini memberi gambaran perbandingan tipologi oligarki di Rusia, Venezuela, dan Indonesia.
Lima negara ini dinilai berhasil menerapkan demokratisasi ekonomi untuk mengurangi pengaruh oligarki di negara masing-masing. Kelima negara tersebut adalah yaitu Korea Selatan, Argentina, Selandia Baru, Taiwan, dan Chili.
Beragam solusi diterapkan oleh beberapa negara dalam rangka demokratisasi ekonomi dan pemerataan. Amerika, Inggris, dan Australia, misalnya, membuat dan melaksanakan Undang-Undang Perampasan Aset untuk mencegah dan memiskinkan koruptor.